Lintas Sejarah Generasi II

Posted By: Hendra Bagus In: Sekilas Tentang Mubarokfood On: Comment: 0 Hit: 3360

Ideologi, Merk dan penolakan Kolonial Belanda

Selalu ada cerita, harapan dan bahkan juga ideologi yang dikandung oleh sebuah nama. Begitu pula juga pada nama atau merk yang melekat pada jenang produksi H. A. Shochib Mabruri dan Hj. Istifaiyah (1940 - 1992) yang meneruskan usaha pembuatan jenang yang dirintis H. Mabruri dan Hj. Alawiyah.

Generasi kedua H. A. Shochib Mabruri dan Hj. Istifaiyah ini memang visioner. Selain berupaya menambah jumlah produksi dan memperluas pasar, generasi ini juga berupaya memberi nama merk dagang jenang produksinya dan sekaligus juga melindungi merk tersebut dengan cara mematenkan ke pihak berwenang.

Soal merk, H. A. Shochib Mabruri berusaha mencari nama yang tepat untuk mewakili ideologi dan harapannya yang akan disematkan pada jenang hasil produksinya. Awalnya, nama dan simbol yang dipilih adalah "Bintang". Sebagai seorang mulim taat, nama dan simbol "Bintang" ini dianggap mewakili ideologi Islam dan juga jiwa dagang. H. A. Shochib Mabruri berharap usaha jenang ini digadang-gadang akan menjadi penerang kegelapan dan juga penghias kehidupan serta dicari orang layaknya bintang di langit. Namun pada saat diajukan untuk mematenkan merk tersebut, rupanya pihak kolonial belanda tidak menyetujui nama yang diajukan H. A. Shochib Mabruri ini. Dengan kata lain, upaya mematenkan nama dan simbol "Bintang" sebagai merk dagang pun digagalkan.

"Pihak Kolonial Belanda mungkin khawatir jika merk "Bintang" ini dipatenkan, maka bisa membangkitkan perlawanan dari pribumi," kata H. Muhammad Hilmy, SE yang merupakan anak kandung H. A. Shochib Mabruri.

H. A. Shochib Mabruri tidak kehilangan akal terkait langkah dari Kolonial Belanda waktu itu. Ia pun menyiasatinya dengan merubah nama, namun dengan mempertahankan makna, harapan dan ideologi yang diinginkannya. Ia pun memilih merk Sinar Tiga Tiga. Kata Sinar mewakili makna "Bintang" dalam arti menerangi kegelapan. Angka Tiga Tiga diambil dari nomor rumah yang dulu berada di jalan Ngantenan 33, (sekarang Jalan Sunan Muria 33).

"Namun ada versi lain yang mengatakan angka itu sesuai amalan dzikir yang kerap dibaca sampai 33 kali ketik seorang muslim usai menjalankan ibadah sholat," jelasnya.

Merek tersebut kemudian berhasil dipatenkan pada 9 September 1946 melalui Dirjen Merk dan Paten Departemen Kehakiman RI dengan dikeluarkannya surat izin nomor :188.4/1651/1946. Sampai sekarang izin ini masih terus dilakukan perpanjangan. Dan untuk merk Sinar Tiga Tiga sampai sekarang masih terdaftar di Departemen Kehakiman RI Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merk dengan nomor : D98-11702-424554.

Menurut Hilmy, visi yang digagas dan dilakukan ayahnya, H. A. Shochib Mabruri ini memang luar biasa. Sebab upaya membuat merk dagang dan juga sekaligus melindungi merk tersebut agar tidak ditiru atau dibajak yang dilakukan pada tahun 1946 tergolong langka tergolong langka, terlebih bagi usaha makanan rumahan.

"Waktu itu, Indonesia baru saja merdeka. Namun generasi kedua ini sudah mempunyai visi yang jauh kedepan," tuturnya.

Comments

Leave your comment